Gelombang PHK Startup Mengancam Dunia, Bagaimana dengan Indonesia?
Fenomena layoff atau pemutusan hubungan kerja (PHK) saat ini tengah marak terjadi di dunia. Banyak perusahaan teknologi maupun perusahaan rintisan dunia atau dikenal dengan istilah startup mengalami fenomena ini yang umumnya terjadi akibat dampak ekonomi, tak terkecuali di Indonesia. Tercatat sejak 01 Januari hingga 8 Desember tahun 2022, total terdapat 930 perusahaan yang melakukan layoff dengan 146.407 karyawan yang terdampak di seluruh dunia. Berbicara mengenai layoff tentunya tidak jauh dengan meningkatnya angka pengangguran. Saat ini, pengangguran masih menjadi salah satu masalah krusial di dunia. Terlebih ketika resesi ekonomi dan lonjakan inflasi mengancam. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini, rata-rata tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5.85% pada tahun 2022. Jumlah tersebut mengalami penurunan dibandingkan pada tahun sebelumnya, yaitu penurunan sebesar 0.53% atau 0.08% dari angka kumulatif. Sementara itu, di Jawa Barat, rata-rata tingkat pengangguran terbuka (TPT) mencapai 8.33% pada tahun 2022. Angka tersebut turun 1.04% dari yang tahun sebelumnya sebesar 9.37%. Kemudian jika dilihat berdasarkan tren provinsi di Indonesia, Jawa Barat menjadi provinsi dengan TPT tertinggi pada tahun 2022, yakni sebesar 8,33%. Posisinya diikuti oleh Banten dengan TPT sebesar 8,31%, dan Kepulauan Riau sebesar 8.13%. Namun, nyatanya berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) serapan tenaga kerja terbanyak berada di sektor pertanian, perdagangan, dan industri. Ketiga sektor tersebut sudah menyerap lebih dari 60% tenaga kerja di Indonesia. Artinya, startup yang berbasis teknologi tidak terlalu mewakili penyerapan tenaga kerja sehingga maraknya layoff tidak memberikan dampak yang besar terhadap nilai TPT. Faktanya, gelombang layoff yang melanda banyak sektor perusahaan global maupun startup, muncul akibat perusahaan yang tak mampu mempertahankan aktivitas bisnisnya, lalu adanya isu resesi, sulitnya pendanaan, ketatnya anggaran investasi dan meningkatnya inflasi maupun suku bunga. Hingga, adanya strategi dan perubahan bisnis yang dilakukan perusahaan atau remodelling model bisnis. Berdasarkan sektornya E-commerce sebesar 40%, Finance sebesar 30%, Education sebesar 20% dan Holding Company sebesar 10% menjadi sektor yang paling terdampak layoff di Indonesia. Tak hanya perusahaan yang berbasis global, perusahaan teknologi yang berbasis di Indonesia kabarnya juga turut terdampak. Pada November lalu, publik diramaikan dengan terjadinya layoff di berbagai industri startup seperti Ajaib, GoTo, Ruangguru, Sirclo, Shopee, KoinWorks hingga Ula. Namun jika kita lihat berdasarkan tren kebelakang khususnya sejak awal pandemi COVID-19 di tahun 2020, fenomena layoff sudah cukup intens terjadi. Startup di sektor pariwisata dan makanan mengalami dampak paling tinggi pada tahun 2020. Sementara jika dilihat berdasarkan tren waktu ke waktu, tahun 2022 memang menjadi yang tertinggi dengan 10 perusahaan startup terdampak. Sementara di tahun 2020 hanya terdapat 8 perusahaan saja yang melakukan layoff. Berbagai macam dinamika tengah dihadapi oleh perusahaan startup maupun karyawan yang terkena layoff di tahun 2022 ini. Menanggapi isu tersebut pemerintah telah memiliki sejumlah langkah strategis dalam menghadapi gelombang layoff di Indonesia, termasuk yang dilakukan oleh startup. Seperti dilansir dari media wapresri.go.id, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan pemerintah telah melakukan upaya strategis melalui program padat karya untuk menampung tenaga kerja yang ter-PHK itu. Lalu, adanya pendidikan keterampilan vokasi yang mengarah pada kewirausahaan. Serta, pemberian bantuan sosial. Sementara di Jawa Barat, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan warganya yang terdampak layoff akan mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT) yang akan dicairkan saat ada pengumuman resmi kondisi kedaruratan. Selain itu, Pemprov Jabar juga mengkampanyekan program belanja produk-produk lokal bagi mereka yang tidak terkena dampak PHK massal.