MENJADI GURU YANG IDEAL, KENAPA TIDAK??
Guru atau dalam bahasa arab dikenal dengan sebutan ustad bagi guru laki-laki dan Ustadzah bagi guru wanita. Islam sendiri memberikan tempat dan derajat yang tinggi bagi para guru sebagaimana hukum menuntut ilmu . Sebab mereka termasuk kedalam golongan orang-orang berilmu yang selalu mengamalkan ilmunya sebagai fungsi iman kepada Allah Swt. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, hari ini masih banyak guru benar-benar tidak diberi tanda jasa yang sesuai secara materil. Apa yang mereka dapatkan tak lebih dari honor yang minim dan sangat jauh dari kata sejahtera. Kesejahteraan para guru dan tenaga pendidik di Indonesia harus terus diperjuangkan menuju 'Guru sejahtera, Guru berkualitas'. Alhasil, akan memudahkan mewujudkan Generasi unggul, Indonesia maju.
Terlepas dari masalah kesejahteraan, profesi guru merupakan profesi yang mulia. Kemuliaan tersebut didapatkan jika guru mampu menjadikan profesinya sebagai sarana ibadah. Manusia diciptakan untuk beribadah (QS az-Zariyat [51]: 56). Karena itu, semua aktivitas yang dilakukan dalam rangka beribadah, termasuk mengajar (QS al-An'am [6]: 162). Sehingga, pahalanya akan terus mengalir. Kemuliaan tersebut karena posisi dan peran guru sangat menentukan potret peradaban manusia. Imam Al-Ghazali bahkan mengumpamakan guru seperti matahari yang menerangi dan memberikan kehidupan bagi umat manusia. Lewat warisan ilmu dan keteladanan akhlaknya, guru mengarahkan manusia untuk mengetahui yang benar dan salah, yang baik dan yang buruk, sehingga mereka dapat meraih kebahagiaan dunia dan kenikmatan akhirat. Kemuliaan tersebut tentunya apabila dalam menjalankan aktivitas mengajar guru memiliki niat lillah. Karena itu, guru hendaknya menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar berbasis nilai-nilai agama. Misalnya dengan cara: Pertama, mengucapkan salam. Ketika guru hendak masuk kelas mengucapkan salam kepada peserta didik, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh (semoga seluruh keselamatan, rahmat dan berkah Allah dilimpahkan kepada kalian). Dan, Nabi SAW sangat menekankan kepada kita (guru) untuk menyebarkan salam (HR Ibnu Majah); Kedua, berwajah ceria. Guru hendaknya menunjukkan wajah ceria setiap kali bertemu peserta didik, sebagaimana diajarkan oleh Nabi SAW, “Jangan meremehkan sekecil apa pun perbuatan baik, meski kebaikan itu berupa kamu berjumpa dengan saudaramu dengan wajah ceria.“ (HR Muslim dan Ahmad); Ketiga, membaca pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi. Setiap kali guru memulai pelajaran hendaknya diawali dengan membaca pujian dan shalawat. Misalnya, alhamdulillahirabbil ’alamin, washshalatu wassalamu ’ala Muhammadin, wa’ala alihi washahbihi ajma‘in. Terkait hal ini, Nabi SAW bersabda, “Setiap perkara yang bermanfaat, jika tidak dimulai dengan pujian, maka perkara itu terputus (berkahnya).“ (HR Ibnu Majah dan Abu Dawud); Keempat, jika guru hendak menulis di papan tulis, buatlah tulisan basmalah (bismillahirrahmanirrahim) terlebih dahulu agar kalimat itu yang pertama kali dilihat oleh peserta didik. Dengan demikian, peserta didik mengetahui bahwa setiap akan memulai aktivitas harus dimulai dengan membaca basmalah. Nabi SAW bersabda, “Setiap pekerjaan yang tidak dimulai dengan basmalah, maka tidak akan membawa berkah.“ (HR Ahmad dan Ashhab Sunan); Kelima, setelah selesai pelajaran dan sebelum berpisah dengan peserta didik, hendaknya proses belajar mengajar ditutup dengan membaca hamdalah (alhamdulillah) bersama-sama, lalu dilanjutkan membaca doa kafaratul majelis, "Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu anla Ilaha illa Anta astaghfiruka waatubu ilaik.“ (Ya Allah Maha Suci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku meminta ampunan-Mu dan aku bertobat kepada-Mu); dan Keenam, mengucapkan salam kepada peserta didik setiap hendak meninggalkan kelas. Semoga Allah membimbing para guru agar dapat mendidik peserta didik menjadi insan yang cerdas dan saleh. Aamiin
Saat ini, reorientasi niat mengajar menjadi utama. Jika selama ini mengajar yang kita lakukan bukan hanya untuk menggugurkan kewajiban maka saat ini niat mengajar itu adalah proses mengolah “ladang amal”. Karena kebahagiaan hanya dapat diraih dengan amal kebaikan dan menyebarkan manfaat kepada orang lain. Jika kita memilih jalan hidup sebagai guru, sadarkah masa depan peserta didik ada di tangan kita? Maka pahamilah, tugas utama guru adalah mendidik diri sendiri. Jika guru berhasil mendidik diri sendiri, semoga keteladanannya bisa menginspirasi para peserta didik. Oleh karena itu, teruslah menjadi pembelajar sejati yang istiqomah membenahi kualitas ilmu dan derajat keimanan. (QS Al-Mujadalah: 11).
Guru adalah orang yang yang berilmu, memiliki wawasan yang luas dan memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengajak orang lain kepada kebaikan dan mencegahnya dari keburukan dan kemungkaran. Oleh sebab itu, agama Islam mendorong kepada umatnya untuk menjadi seorang guru, pendidik yang berilmu yang senantiasa dapat menyebarluaskan serta mengamalkan ilmunya. Nabi Muhammad saw bersabda, “Jadilah engkau sebagai orang yang berilmu (pendidik), atau pembelajar, atau penyimak ilmu, atau pencinta ilmu. Namun jangan engkau menjadi yang kelima (pembenci ilmu), niscaya engkau akan celaka.” (HR. Baihaqi)
Berbahagialah kita yang berprofesi sebagai guru, karena profesi ini sungguh sangat mulia, tidak hanya membutuhkan inteligensi yang baik, tetapi juga membutuhkan sentuhan dedikasi tinggi, jiwa besar, pribadi yang konsisten mencetak generasi ke generasi tanpa henti dan tanpa letih. Memberi ilmu pengetahuan, mengayomi, mengajari dan bahkan siap berkorban waktu dan tenaga buat anak didiknya. Sebagai pendidik, guru menjadi panutan dalam masyarakat, karena di tangan gurulah ilmu dapat berkembang dan sampai kepada setiap insan. Para umar bakri ini secara sukarela merasa terpanggil jiwanya dalam memberikan ilmu, dan ia selalu tampil mempesona, yang secara tegas mengikrarkan dirinya sebagai upaya mewujudkan cita-cita bangsa sehingga mampu melaksanakan estafet kepemimpinan bagi generasi muda calon pemimpin bangsa, begitu mulianya profesi sebagai seorang guru.
Penulis : Rini Muliawati AS
(Guru PAI SDN 1 Neglasari Darangdan, Kab. Purwakarta-Jabar)